Nasehat Berharga "Jagalah Dirimu Pemuda-Pemudi Islam"


Blogger Templates Gallery

 

Beberapa saat setelah kajian Kitab At Tibyan Fii Adabi Hamaatil Qur’an selesai dilaksanakan, maka hajatku, aku tunaikan yakni mengunjungi saudaraku yang mulia Khadim Masjid Al Ashri, Abu Muhammad Al Ashri –hafidzahullahu ta’ala-, dua buah nasehat yang aku dapatkan dan semoga menjadi pelajaran bagi kita semuanya.

Nasehat pertama yang didapatkan kemarin, ketika berziarah ke Khadim Masjid Al Ashri
Abu Muhammad Al Ashri - hafidzahullahu ta’ala- berpesan untukku dan sekalian Ikhwan

Inti dari nasehat pertama itu ialah demikian –semoga Allah mengampuniku dari kesalahan-
Wahai saudaraku, aku ingin menasehatimu, sebuah perkara yang banyak dilalaikan oleh ikhwan dan akhwat yang sudah ngaji, jagalah dirimu dan pelajarilah apa yang menjadi perkara yang akan engkau hadapi di kemudian hari. Wahai saudaraku, aku banyak diajak bercerita oleh orang banyak, hal itu dilakukan di dunia maya ketika aku memegang akun sebuah stasiun pancar islami, banyak diantara ikhwan yang kecewa setelah menikah dengan seorang akhwat yang dulu ia kenal baik, santun, dll, ternyata aslinya tertampakkan setelah beberapa kali bersama, dan betapa banyak akhwat yang kemudian kecewa setelah menikah dengan ikhwan yang ia kira dulu baik, rajin ngaji, hafalannya bagus, ‘akhi,akhi banget lah’ mengetahui aslinya, wataknya sambil berkata” Ternyata Ikhwan atau fulan yang aku kenal dahulu tidak seperti yang aku kira.” Masya Allah,

Apa engkau faham yang aku katakan?, na’am jawabku, kemudian ia lanjutkan nasehatnya. Wahai saudaraku, ketahuilah jika kita menginginkan seorang istri yang shalihah, baik agamanya, tabiatnya, maka ingatlah! Ingatlah baik-baik! Perlakukanlah diri kita dahulu dengan sebaik-baiknya sebelum kita menginginkan cita-cita kita tadi. Jika engkau masih sibuk dengan maksiat yang sekarang menjadi kebiasaanmu, dan mungkin kebanyakan ikhwan, pertanyaannya apakah engkau suka jika istrimu nanti akan melakukan maksiat yang serupa yang dahulu pernah kita lakukan? Jawab!!
Atau jika kita menginginkan istri yang baik dan melahirkan generasi-generasi seperti Ar Rabi’atu Ar Ra’yi –rahimahullah- dan generasi terbaik lainnya, maka pilihlah istri yang memiliki hati, perilaku dan tabiat yang berhati-hati begitu pula jika saudariku ingin memiliki suami, seperti yang kita idam idamkan maka pertanyaannya tinggal dibalik saja, maksudnya jangan pernah mengangggap bahwa fitnah yang sekarang banyak mengintai pemuda-pemudi islam lalu engkau anggap sebagai kecil, jangan!. Ketahuilah wahai saudaraku dan saudariku yang mungkin membaca risalah ini, ciri-ciri calon istri dan suami yang baik adalah salah satunya ia mempergunakan nama, kehormatannya semata-mata hanya untuk menjaga dirinya dan hidayah yang sekarang ia genggam. Wahai saudaraku aku ingin berpesan, sukakah jika istrimu nanti jika engkau tinggal pergi, kemudain ia asyik chating dan mengomentari wallnya para ikhwan yang bukan mahram? Atau wahai istri-istri apakah engkau suka jika suamimu juga sibuk dengan mengomentari wallnya Facebook akhwat yang bukan mahram dengan berbagai alasan?
Dalam hati aku berbisik -Allahu Akbar. Semoga Allah menunjuki kita jalan yang lurus.-

Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa jika ada seorang wanita yang memuji-muji terhadapmu sedangkan ia bukan mahrammu, jangan mudah engkau percaya meskipun ia kelihatannya baik, ikhlash dlsb, ketahuilah barangkali pujian itu bukan hanya untukmu. Bisa jadi ia juga sedang memuji ikhwan yang lainnya dengan pujian yang sama, dengan dalih yang macam macam, hm….apakah engkau tidak cemburu?? Ini belum menikah,syaikh... coba misalnya itu terjadi terhadap istrimu, atau bagi para istri itu terjadi pada suamimu, apakah rasa cemburumu tidak meledak-ledak??

Kesimpulan dari nasehat itu adalah, mungkin syaithan dan kawan-kawannya tidak akan menggoyang agama kita dengan kesyirikan atau kebid’ahan secara langsung, akan tetapi ia akan mengikis hidayah yang telah engkau letakkan dihatimu dengan pedang-pedang maksiat, sehingga hidayah dan al haq yang engkau genggam lama-lama terkikis dan hancur terpenggal.

Kemudian kita berbicara tentang sejarah tabi’in dan tentang hadist, hingga panjang dan menghasilkan nasehat yang kedua.
Nasehat yang kedua akan aku tulis dalam risalah yang lainnya.

Wasalallhu ‘ala nabiyyina muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wasallam

-Selesai-

Ditulis ulang kemudian diketik
Oleh Khadim Al Ikhlash
Pada malam yang cerah 21 ramadhan 1430 H
Kira-kira setelah 2 hari terpendam di kepala

Di Masjid Al Ikhlash
-semoga Allah menurunkan berkahnya-

Baca Selengkapnya......

Saatnya Meraih Ampunan


Blogger Templates Gallery
















السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Pembaca yang budiman tak terasa ramadahan akan segera selesai. Musim bercocok tanam amalan yang digambarkan oleh para ahli lmu sebagai musim yang amat baik, akan segera meninggalkan kita. Sungguh pada kesempatan ini marilah kita gunakan untuk bermuhasabah dan menghitung-hitung amalan serta dosa yang telah kita perbuat dimasa lalu, karena bisa jadi ramadhan tahun depan hanyalah mimpi belaka. Pembaca yang budiman, para ahli ilmu mengatakan bahwa menyia-nyiakan waktu pada hari-hari biasa hanyalah tindakan bodoh, dan menyia-nyiakan kesempatan pada saat Ramadhan ini adalah tindakan dungu. Pembaca yang dirahmati Allah sungguh segala sesuatu yang kita lakukan tidaklah aman dari pengawasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, baik perbuatan yang kita lakukan terang-terangan maupun yang kita lakukan sembunyi-sembunyi. Taubah Bin Shumah –rahimahullahu ta’ala- selalu memuhasabah dirinya, dan suatu hari ia mencoba menghitung-hitung umurnya yang kiranya ia telah berumur 60 tahun, lalu ia menghitung jumlah harinya, kiranya berjumlah 21.500 hari. Tiba-tiba dia berteriak “Celaka diriku, aku bertemu dengan Maha Raja (yaitu Allah) dengan 21.500 dosa, bagaimana jika sekiranya dalam satu hari sepuluh ribu dosa.” Lalu ia pingsan dan tidak pernah siuman lagi [1]. Subhanallah, para salaf begitu ikhlash mengakui bahwa ia sedang melakukan dosa setiap harinya, dan tidak lain mereka lakukan karena hanya dengan ketundukan, sedangkan kita??.


Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan mempergunakan kesempatan yang hanya tinggal beberapa hari ini marilah kita gunakan untuk bermuhasabah dan mempergunakannya untuk bertobat, beriktikaf, mengingat-ingat dosa yang telah kita perbuat dan derasnya ancaman Allah terhadap pelaku maksiat yang tidak bertobat. Karena meremehkan dosa yang telah kita perbuat berarti telah meremehkan Allah dan Yaumul Hisab-Nya, dan meremehkan perbuatan shalih yang seharusnya kita kerjakan berarti telah meremehkan surga yang dijanjikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena tiada hari setelah beramal melainkan datang hari penghitungan, sekarang kita bisa bertele-tele, lenggak-lenggok dengan kemaksiatan, akan tetapi ingatlah apa yang telah dipesankan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib – radhiyallahu ‘anhu- bahwa sekaranglah saatnya beramal sebanyak banyaknya, karena akan datang suatu masa yang hanya ada hisab sebanyak banyaknya tanpa adanya kesempatan untuk beramal sedikitpun.
Meraih ampunan tidaklah mudah, akan tetapi menuju ampunan yang Allah janjikan bisa dilakukan dengan satu syarat yaitu berlepas dari semua tindakan dosa yang pernah kita perbuat. Karena dengan menganggap dosa kecil yang kita lakukan sebagai dosa besar akan membuat kita lebih cenderung kepada ketaatan, dan melakukan amal shalih serta membenci perbuatan maksiat. Pembaca yang budiman, para Ulama berpesan “tidaklah ada dosa kecil yang dilakukan terus menerus, dan tidak ada dosa besar karena beristighfar”. Maksudnya Allah tidak menganggap sebuah dosa itu kecil jika kita melakukannya secara terus menerus, dan tidaklah Allah menganggap dosa besar jika kita langsung bertobat dan memohon ampunan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Karena Allah Telah berfirman :
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS : Al Furqan [25]: 68-70)

Ketahuilah bahwasannya dosa besar akan selalu mengawasi dan mengancam setiap pelakuknya dan siap menyeret kepada keadaan su’ul khatimah. Dan ada beberapa dosa yang dapat mengakhiri pelakunya dengan mati diatas su’ul khatimah, sebagaimana ditegaskan dalam perkatan Imam As-Suyuthi, “Sebagian Ulama menegaskan bahwa sebab-sebab su’ul khatimah, semoga kita terlindung darinya, didominasi oleh empat kebiasaan, pertama teledor dalam mengerjakan shalat, meminum khamer, durhaka kepada orang tua, dan menodai kehormatan kaum muslimin.”[2], betapa banyak kita melihat orang yang meninggal setelah melakukan maksiat, yang disebutkan diatas, dari cerita nyata sampai cerita khayal, semuanya menyimpulkan banyak yang melakukan dosa yang pada akhirnya berujung pada kematian, yang su’ul khatimah.
Maka marilah kita senantiasa, memanfaatkan kesempatan yang baik di bulan Ramadhan ini untuk melakukan ketaatan karena dengan melakukan ketaatan kepada Allah maka hanya balasan Surga yang Allah janjikan, sebagimana firman Allah
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS: Ali Imran [3]:33)
Maksud dari ayat diatas adalah janganlah kita menunda-nunda untuk bertobat dari segala dosa yang kita perbuat, karena bersegera terhadap ampunan Allah itu akan menjadi sebab dimasukkannya kita kedalam surga yang luasnya seluas langit dan bumi, dan hanya disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.
Pembaca yang budiman, demikianlah kiranya yang dapat kami sampaikan dalam secarik tulisan ini dan semoga tulisan yang ringan ini dapat menjadi cambuk bagi diri kita untuk senantiasa melakukan ketaatan dan segera meninggalkan maksiat dan dosa yang banyak kita perbuat. Dan semoga Allah mengangkat tabir penghalang tobat yang mungkin ada pada diri kita. Wallahul musta’an
وصلى الله على نبينا محمد وعلى الـه وصهبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ditulis oleh : Admin
Khadimu Masjid Al IKhlash
__________
[1]Dikutip dari Buku Bersemilah Ramadhan karya Ust. Armen Halim Naro –rahimahullahu ta’ala- terbitan Pustaka Daarul Ilmi.
[2]Syarhus Shudur, Imam As-Suyuthi, hal 27 seperti dikutip dalam buku “Ya Allah Ampuni Aku” Karya Ust. Zenal Abidin Bin Syamsudin, Lc –hafidzahullahu ta’ala- terbitan Pustaka Al Imam Abu Hanifah.

dengarkan kajian ustadz armen

Baca Selengkapnya......

Pelajaran Di Dalam Makan Yang Banyak Dilalaikan


Blogger Templates Gallery



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Shalawat serta salam smeoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ’alaihi wasallam. Sebaik-baik perkataan adalah Al Qur’an dan sebaik-baik pertunjuk adalah yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu ’alaihi wasallam. Wa Ba’du
Makan merupakan salah satu kegiatan manusia yang pokok. Baik itu manusia beriman atau yang tidak beriman. Makan yang dilakukan manusia mungkin saja sehari bisa 2 atau tiga kali tergantung kesempatan dan hal yang selain itu. Akan tetapi sungguh sangat disayangkan jika kegiatan yang pokok ini kita sering lupakan adab-adab yang ada didalamnya dan sunnah yang menyertainya.
Nah pembaca yang budiman, dan Semoga dirahmati Allah ’Aza Wa Jalla, marilah sedikit kita ingat-ingat dan kita pelajari bagaimana seharusnya kita memperlakukan kegiatan makan ini, sehingga bernilai ibadah dan berpahala disisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

1. Membaca Basmalah di Awalnya dan Hamdallah diakhirnya
Dirawayatkan dari Umar Ibn Salamah Radiyallahu ’anhu, dia berkata: ” Rasulullah Shalallahu ’alaihi wasallam bersabda kepada saya,”Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari yang terdekat denganmu” (HR. Bukhari-Muslim).
Dari hadist yang sangat mulia ini tentunya kita dapat mengambil manfaat bahwasannya, perintah yang agung ini jangan sampai kita remehkan, sambil berkata ”ah sama saja, podo wae lah, bismillah ora bismillah tetep enak”. Subhanallah, Karena perkataan yang demikian, pertama menghina Allah sebagai yang Maha Pemberi Rizki, kedua Menghina Rasullah Shalallahu’alahi wasallam, maka pembaca yang budiman marilah kita menasehati keluarga kita, mengingatkan kepada diri kita, teman kita, dan kebanyakan kaum muslimin yang saat ini amat melalaikan ucapan mulia yang diwariskan Rasulillah Shalallahu ’alaihi wasalam ini.
Faedah yang besar, dapat kita ambil dari perintah agung ini. Perkataan ”Bismillah” diawal masuk rumah dan permulaan makan merupakan senjata untuk mengusir Syaithan dari rumah rumah kaum muslimin. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah Radiyallahu’anhu dia berkata:”Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ’alaihi wasallam bersabda:”Apabila seseorang masuk rumahnya dia menyebut nama Allah Ta’ala pada waktu masuknya dan pada waktu makannya, maka setan berkata pada teman-temannya:”Kalian tidak punya tempat untuk bermalam dan tidak punya makan malam”, apabila ia masuk tidak menyebut nama Allah maka setan berkata:”Kalian memiliki tempat menginap, dan apabila ia tidak menyebut nama Allah pada waktu makan maka setan berkata:”Kalian mendapatkan tempat bermalan dan makan malam.” (HR Muslim)
Dengan demikian marilah kita senantiasa mengingatkan keluarga kita untuk mengamalkan perintah Rasul yang agung ini, yaitu membaca basmalah ketika hendak makan dan hamdalah ketika telah selesai makan.


2. Makanlah dengan tangan kanan.
Perkara yang kedua yang banyak dilalaikan kaum muslimin saat ini ialah mempergunakan tangan kanannya untuk makan. Dimana kebanyakan kaum muslimin telah mempergunakan tangan kirinya untuk makan.
Dari Hafsah Radiyallahu’anha bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bersabda, mempergunakan tangan kanannya untuk makannnya, minumnya dan pakiannya dan mempergunakan yang kiriuntuk yang selain hal itu”(HR.Abu Daud dan lainnya).
Maka semoga Allah menjadikan kita mudah untuk mengingat 2 pelajaran saja tentang adab memuliakan makanan yang kita makan dan etika yang diajarkan Rasulillah Shalallahu’alaihi wasallam. Dan semoga kaum muslimin diberikan kemudahan untuk kembali kepada sunnah dan mengajarkannya kepada, keluarga, teman2nya, dan mewasiatkan untuk saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan amal shalih.
Wa Shalallahu ’Ala Nabiyyina Muhammadin Wa ’Ala ’Alihi Wasallam
(Bersambung)


ditulis oleh: Admin
Khadim Al Ikhlash
Pada pagi yang cerah 17 Ramadhan 1430 H
______________________________
Rujukan:
Kitab Riyadhus Shalihin Imam An Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, Jilid 2 Takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Rahimahullahu Ta’ala,
Bab Anjuran Mendahulukan yang kanan dalam semua hal yang bersifat memuliakan, dan Kitab tentang adab Makan.
Duta Ilmu Surabaya.
Penulis berusaha menulis kembali Hadist dalam teks Arab,akan tetapi keterbatasan kemampuan komputer, yang tidak menyediakan software dan yang semisalnya. Insya Allah pada kesempatan selanjutnya –semoga Allah memberikan kesempatan-, untuk menjaga keilmiahan dari tulisan penulis mencoba untuk menghadirkan teks aslinya.dan memperbanyak nukilan dari perkataan Ahli Ilmu Barakallahu fiikum

Baca Selengkapnya......

“Rahasia اللام dan على dalam Doa Pernikahan”


Blogger Templates Gallery

Ditulis Oleh: Abu Muhammad Al Ashri
Forum Penulis Muslim
Pembaca mulia, sebagai seorang muslim, kita tentu sering mendengar –bahkan sejak kita kecil- bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang paling jelas dan paling indah sehingga dipilih sebagai bahasa Al-Qur’an, bahasa umat Islam.
Namun, barangkali kebanyakan di antara kita sering timbul pertanyaan, “Di mana letak keindahan bahasa Arab?” atau “saya membaca terjemahan Al-Qur’an kok biasa-biasa saja, tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia lagi atau jika disesuaikan, malah kaku jadinya” atau pertanyaan-pertanyaan semisal.
Pembaca mulia, apakah kita pernah mempelajari bahasa Arab? Jika jawabannya “Belum”, sangat wajar apabila pertanyaan-pertanyaan di atas dapat muncul. Sesunggunya siapa pun yang tidak menguasai bahasa Arab, tidak akan bisa mengetahui, di mana letak keindahannya.
Nah, untuk mengungkap seluruh keindahan bahasa Arab, tentunya tidak akan cukup dalam satu artikel. Dalam kesempatan ini, penulis akan coba ketengahkan salah satu rahasia bahasa Arab dalam hal preposisi (kata depan) semata. Ya, sebatas preposisi pun mempunyai makna yang dalam.

Alasan ditulisnya artikel ini adalah ketika beberapa waktu yang lalu, penulis mendapat undangan pernikahan dari salah seorang ikhwan. Dalam undangan tersebut, teretera doa walimah
بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير1
/baarakallahu lak, wa baaraka ‘alaik, wa jama’a bainakuma fii khair/
Doa di atas, sering diterjemahkan
“Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”
Sekilas, terjemahan di atas sudah tampak benar. Akan tetapi, terjemahan tersebut belumlah mewakili makna yang terkandung dalam doa walimah tersebut.
Setelah melihat undangan tersebut, penulis menjadi teringat penjelasan Al-Ustadz Al-Fadhil Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif tentang perbedaan preposisi اللام dan في dalam doa walimah secara khusus, dan dalam penggunaan bahasa Arab secara umum. Hal ini beliau sampaikan ketika beliau memberi materi dalam daurah bahasa Arab kelas takhossus Angkatan XI pertengahan tahun 2006 di Ma’had Al-Furqon Gresik. Beliau juga memberikan faidah tambahan setelah menjelaskan makna doa walimah tersebut, yang insya Allah akan penulis tuangkan dalam artikel ini.
Rahasia Preposisi اللام dan في
Pembaca mulia, bila dilihat secara leksikal, memang tidak salah apabila kita menemui kalimat
بارك الله لك و بارك عليك و جمع بينكما في خير
Lalu kita terjemahkan,
“Semoga Allah memberi berkah padamu, dan semoga Allah memberi berkah atasmu, dan semoga Ia mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”
Pertanyaannya adalah, “Apakah pembaca dapat membedakan makna padamu dan atasmu dalam terjemah doa walimah di atas? Tentu tidak bisa bukan?
Penjelasan
Pembaca mulia, preposisi اللام /laam/ secara harfiyyah artinya memang bisa diterjemahkan ‘pada’. Adapun على /’alaa/ dapat diterjemahkan ‘di atas’. Akan tetapi, jika kedua preposisi tersebut terdapat dalam satu kalimat secara bersamaan, makna preposisi tersebut tidak bisa lagi diterjemahkan secara harfiyyah’ pada’ atau ‘di atas’ lagi. Namun, makna اللام menunjukkan makna yang baik, sedangkan menunjukkan makna yang buruk. Oleh karena itu, jika memerhatikan hal ini, doa walimah di atas jika diterjemahkan akan menjadi panjang, yaitu:
“Semoga Allah memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis, dan semoga Allah (tetap) memberi berkah padamu di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara), dan semoga Dia (Allah) mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.
Nah, bagaimana arti di saat rumah tanggamu dalam keadaan harmonis bisa muncul? Jawabnya adalah karena adanya preposisi اللام yang makna menunjukkan hal-hal yang baik jika disandingkan dengan preposisi على dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah pernikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang baik dalam pernikahan adalah ketika pasangan hidup dalam keadaan harmonis.
Demikian pula sebaliknya, arti di saat rumah tanggamu terjadi kerenggangan (terjadi prahara) dapat muncul sebagai terjemahan dari preposisi على . Preposisi ini akan menunjukkan makna yang buruk jika disandingkan dengan preposisi اللام dalam satu kalimat. Konteks kalimat di atas adalah penikahan, sehingga diketahui secara pasti bahwa hal-hal yang buruk dalam penikahan adalah ketika pasangan hidup mengalami kerenggangan atau prahara dalam rumah tangganya.
Hal ini membawa pelajaran penting bagi setiap orang yang akan menikah bahwa Nabi sudah mengisyaratkan dalam rumah tangga yang akan dihadapi tidaklah selamanya dalam keadaan yang bahagia dan harmonis. Setelah menikah nanti, seorang istri akan melihat sisi lain dari sang suami, yang tidak ia ketahui sebelum menikah. Demiakian pula sebaliknya, sang suami akan melihat banyak hal yang tidak diketahuinya dari si istri setelah ia bergaul dengan istri beberapa hari pasca pernikahan. Pertengkaran sangat mungkin terjadi antara suami dengan istri, yang bisa muncul karena adanya kecemburuan, kesalahan dari salah satu pihak, bahkan karena adannya hal-hal sepele sekalipun. Dalam kondisi prahara ini, Nabi mengisyaratkan bahwa Allah bisa akan tetap memberi berkah pada suami istri tersebut. Bagaimana sikap suami ketika mengadapi kesalahan istri, demikian pula bagaimana istri ketika menghadapi kesalahan suami adalah hal-hal yang telah diajarkan dalam syariat Islam.
Anggapan bahwa rumah tangga selamanya 100% akan harmonis, tanpa ada perselisihan dan pertengkaran adalah anggapan yang keliru. Bagi yang sudah menikah, tentu mengetahui hal ini. Nabi kita yang mulia, memberi sifat bagi wanita bahwa mereka adalah kaca-kaca, sebagaimana dalam sabdanya,
ارفق بقوارير
‘Lembutlah kamu kepada kaca-kaca (maksudnya para wanita)’
Dalam kitab Fathul bari, dijelaskan bahwa wanita disamakan dengan kaca karena begitu cepatnya mereka berubah dari ridho menjadi tidak ridho, dan karena tidak tetapnya mereka (mudah berubah sikap dan pikiran), sebagaimana kaca yang mudah untuk pecah dan tidak menerima kekerasan.2
Oleh karena itu, ulama jenius, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, memberikan nasehat kepada kita tentang wanita,
“…Sebuah kata yang Engkau ucapkan bisa menjadikannya menjauh darimu sejauh bintang di langit, dan dengan sebuah kata yang Engkau ucapkan, bisa menjadikannya dekat di sisimu.”3
Bahkan, Nabi sendiri juga menjelaskan bahwa sangat memungkinkan suami akan mendapati hal-hal yang tidak ia kehendakai pada istrinya, tetapi hal tersebut Nabi larang dijadikan alasan untuk membenci istrinya tersebut, sebagaimana dalam sabda beliau
لا يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقا رضي منها آخر
“Janganlah seorang mukmin benci kepada seorang wanita mukminah (istrinya). Jika ia membenci sebuah sikap (akhlak) istrinya, maka ia akan ridho dengan sikapnya (akhlaknya) yang lain)”4
Maka, benarlah apa yang pernah disampaikan Al-Ustadz Firanda bahwa
“Suami yang paling sedikit mendapat taufiq dari Allah dan yang paling jauh dari kebaikan adalah seorang suami yang melupakan seluruh kebaikan-kebaikan istrinya, atau pura-pura melupakan kebaikan istrinya dan menjadikan kesalahan-kesalahan istrinya selalu di depan matanya. Bahkan terkadang kesalahan istrinya yang sepele dibesar-besarkan, apalagi dibumbui dengan prasangka-prasangka buruk yang akhirnya menjadikannnya berkesimpulan bahwa istrinya sama sekali tidak memiliki kebaikan.”
Ustadz Firanda juga menyampaikan bahwa di antara yang dilakukan syaitan kepada suami tatkala marah kepada istrinya ialah dengan berkata,
” Sudahlah ceraikan saja dia, masih banyak wanita yang shalihah, cantik lagi.., ayolah jangn ragu-ragu…” Syaithan juga berkata, “Cobalah renungkan jika Engkau hidup dengan wanita seperti ini.., bisa jadi di kemudian hari ia akan membangkang kepadamu… Atau syaithan berkata, “Tidaklah istrimu itu bersalah kepadamu kecuali karena ia tidak menghormatimu.. atau kurang sayang kepadamu, karena jika ia sayang kepadamu ia tidak akan berbuat demikian.”
—Selesai penjelasan Ustadz Firanda—
Demikianlah, syaithan berusaha memisahkan hubungan antara suami dengan istri. Kesempatan yang tidak disia-siakan syaithan adalah ketika suami melihat satu kesalahan istrinya, maka syaithan akan membisiki sang suami untuk menjauhinya sampai menceraikannya. Namun, ingatlah kembali lafadz بارك عليك ‘Semoga Allah memberi berkah kepadamu ketika kamu ditimpa prahara’ ketika manusia mengucapkannya di saat Anda menikah dulu.
Lalu, bagaimana agar Allah tetap memberi berkah ketika rumah tangga ditimpa prahara dan pertengkaran? Ketika penulis berupaya menyusun risalah untuk menjawab pertanyaan ini, penulis sudah membayangkan berpuluh-puluh halaman untuk menyelesaikannya. Maka, hal tersebut akan penulis sajikan dalam artikel tersendiri. Namun, satu kunci pembuka untuk menjawab pertanyaan di atas adalah sabda Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ألا إن المرأة خلقت من ضلع و أنك إن ترد إقامتها تكسرها فدارها تعش بها
Ketahuilah bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan jika Engkau ingin meluruskannya, maka Engkau akan mematahkannya. Oleh karenanya, berbasa-basilah! Niscaya Engkau bisa menjalani hidup dengannya.”5
Maka, benarlah perkataan Adh-Dhohak,
“Jika terjadi pertengkaran antara seorang dengan istrinya, janganlah ia bersegera untuk mencerainya. Hendaknya ia bersabar terhadapnya , mungkin Allah akan menampakkan dari istrinya apa yang disukainya.”6
Bumi Allah,
Ahad, 26 April 2009 pukul. 20.57
Ketika dinginnya malam semakin merasuk ke dalam tubuhku….
____________________________FOOTNOTE________________________________
1] Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz II, hal. 199, hadits nomor: 2745. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.
2] Periksan dalam Fathul Bari X/545
3] Periksa dalam kitab Syarhul Mumti’, XII/385.
4] Lihat kitab صحيح مسلم /shahihil muslim/, karya مسلم بن الحجاج أبو الحسين القشيري النيسابوري /Muslim bin Al-Hajjaj Abul Husain Al-Qusyairi An-Naisaburi, cet. Beirut: Daar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi, juz. II, hal. 1091, hadits nomor: 1469. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليق محمد فؤاد عبد الباقي /Ta’liq Muhammad Fuad Abdul Baqi/.
5] Lihat Kitab Lihat kitab المستدرك على الصحيحين /al-mustadral ‘ala shahihain/, karya محمد بن عبدالله أبو عبدالله الحاكم النيسابوري /Muhammad bin Abdillah Abu ‘Abdillah Al-Hakim An-Naisaburi/, cet. I Beirut, tahun 1411 H / 1990 M : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, tahqiq: Musthafa Abdul Qadir Atha, juz 4, hal. 192, hadits nomor: 7334. Kitab ini dicetak bersama kitab تعليقات الذهبي في التلخيص /ta’liqat Adz-Dzahabi fi At-Talkhiis/.
6] Periksa kitab Ad-Dur Al-Mantsur II/465

Baca Selengkapnya......

Copyright © 2008 - Web Al Ikhlash - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Adiestudio - Dilectio Blogger Template | Gallery